Mekanisme Dasar Penyakit
“Pandangan Islam mengenai Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Rabies”
Oleh :
Nama : A.Kurniawan Nurpratama
NIM : 70200113096
Kelas : Kesmas C
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur bermunajat kehadirat Allah SWT, tuhan Yang Maha Esa sembari
mengagkat tangan, bermohon kiranya memberikan taufiq, hidayah, rahmat dan karunianya serta kelapangan berpikir dan waktu,
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Dengan
judul “PANDANGAN ISLAM
MENGENAI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES”. Makalah
ini disusun sebagai tugas yang diberikan
oleh dosen pembimbing mata kuliah Mekanisme Dasar Penyakit.
Makalah ini bertujuan
untuk referensi bagi kita untuk lebih memahami tentang penyakit-penyakit
berbahaya yang berpotensi terjadi terkhususnya rabies. Selain itu juga untuk
lebih paham tentang bagaimana pandangan islah mengenai hal tersebut serta kita
bisa lebih memahami bahwa islam itu mampu memberikan pandangan dan penyelesaian
tentang berbagai aspek termasuk penyakit berbahaya terkhusus penyakit rabies.
Gowa,
4 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................................................. 3
1. Penyakit Menular......................................................................................................... 2
2. Rabies........................................................................................................................... 3
3. Epidemiologi dan
Etiologi Penyakit Rabies.................................................................. 6
4. Penularan dan
Tanda-Tanda Penyakit Rabies............................................................. 9
5. Pengobatan dan Tata
Laksana Kasus........................................................................... 11
6. Pandangan Islam
Tentang Rabies................................................................................ 12
BAB
III PENUTUP..................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan................................................................................................................... 14
B. Saran............................................................................................................................ 14
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kesehatan
memang bukan segalanya tapi tanpa kesehatan semua hal akan terasa tidak ada
artinya , itu adalah kata-kata yang mungkin memang benar . oleh sebab itu kita
dituntut dan wajib menjaga kesehatan kita yang begi menurut beberapa orang
dianggap hal yang sepele, dan juga kebanyakan terlalu sibuk sehingga melupakan
tentang kesehatan itu. Di Dunia ini ada banyak sekali penyakit yang mulai dari
penyakit yang sangat berbahaya sampai merenggut nyawa dan membahayakan
orang-orang disekitar kita , dan ada juga penyakit yang tidak begitu berbahaya
dan juga tidak menular kepada orang lain disekitar kita , diantara sekian
banyak penyakit itu ada yang namanya penyakit RABIES yang juga termasuk
penyakit menular. Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh
virus dan dapat menular pada orang. Karena itu, rabies dikategorikan sebagai
penyakit zoonotik. Agen penyebab
penyakit ini memiliki daya tarik kuat untuk menginfeksi jaringan saraf yang
menyebabkan terjadinya peradangan pada otak atau ensefalitis, sehingga berakibat fatal bagi hewan ataupun manusia
yang tertular. Pencegahan mengenai rabies dapat dilakukan dengan pertama-tama
melakukan vaksinasi secara berkala pada anjing atau hewan-hewan lain yang biasa
terkena penyakit rabies dan juga selalu melakukan pertolongan-pertolongan
pertama saat tergigit anjing atau terkena liurnya secara cepat dan benar.
2.Rumusan Masalah
1.Jelaskan tentang penyakit menular !
2.Jelaskan tentang penyakit Rabies !
3.Jelaskan tentang etilogi dan
epidemiologi penyakit Rabies !
4.Jelaskan Penularan dan tanda-tanda
penyakit Rabies !
5.Jelaskan Pengobatan dan Tata
Laksana Kasus Rabies !
6.Bagaimana pencegahan dan
pengendalian penyakit Rabies menurut pandangan islam?
3.Tujuan
1.Mampu mengetahui apa yang dimaksud
Penyakit menular
2.Mampu mengetahui apa yang dimaksud
penyakit Rabies
3.Mampu mengetahui etilogi dan
epidemiologi dari penyakit Rabies
4.Mampu mengetahui penularan dan
tanda-tanda dari penyakit Rabies tersebut
5.Manmpu menjelaskan pengobatan dan
tata laksana kasus pada rabies
6.Mampu mengetahui pencegahan dan
pengendaliannya menurut islam
BAB II
PEMBAHASAN
1.Penyakit Menular
Pada
proses penyakit menular secara umum , maka dapat dijumpai berbagai manifestasi
klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala klinik
yang tidak tampak (inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat
disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia. Penyakit menular
dapat terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok , yakni kelompok yang pertama
adalah penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung yakni
penderita tanpa gejala ringan saja, dimanana penyakit tidak menampakkan diri
pada berbagai tingkatan. Kelompok yang kedua adalah penyakit dengan bagian yang
berselubung (tanpa gejala) relative sudah kecil. Sebagian besar penderita
tampak secara klinis dan dapat dengan mudah didiagnosis, karena umumnya
penderita muncul dengan gejala klasik. Diantara mereka yang menderita, hanya
sebagian kecil saja menjadi berat atau berakhir dengan kematian.
Penyakit Rabies disebabkan oleh Virus
, perbedaan antara Virus dengan organism lain, yaitu bentuk yang sangat
sederhana. Bentuk yang sangat sederhana karena virus tidak mempunyai
kelengkapan untuk metabolism. Metabolisme termasuk sintesis protein tidak dapa
dilakukan oleh virus tanpa bantuan sel inang. Namun sebagai organism hidup,
virus memiliki pula molekul yang merupakan sumber informasi genetiknya, Virus
dibedakan menjadi virus DNA dan virus RNA. Untuk dapat masuk ke dalam sel
inang, sel inang perlu memiliki reseptor untuk virus bersangkutan, ataupun
dengan cara endositosis oleh sel inang. Ditinjau dari tingkat seluler, Notkins
(1984) membagi dalam 3 penyebaran virus yaitu; Penyebaran ekstraseluler,
penyebaran Intraseluler dan Penyebaran melalui inti. Ditinjau dari tingkat
jaringan organism inang (tubuh) dapat dikenal 4 cara penyebaran Virus, yaitu;
Setempat, Hematogen primer, hematogen sekunder dan penyebaran melalui saraf.
Suatu penyakit dapat menular dari satu orang ke orang yang lain ditentukan oleh
3 faktor, yakni : Agen (penyebab penyakit), Host (induk semang), dan Route of
transmission (jalannya penularan). Agen penyakit adalah suatu unsure organisme
hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan lainnya. Agen-agen atau penyebab penyakit menular ini tetap
hidup maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Berkembang biak,
bergerak atau berpindah dari induk semang, mencapai induk semang, mencapai
induk semang baru dan menginfeksi induk semang baru tersebut. Para agen
penyakit juga memiliki habitat atau tempat dimana bibit penyakit mampu hidup
dan berkembang biak yang disebut Reservoar. Reservoar tersebut dapat berupa
manusia, binatang atau benda-benda mati.
a. Reservoar pada manusia, artinya
kelompok penyakit menular dijumpai lebih sering pada manusia. Penyakit ini pada
umumnya berpindah dari manusia ke manusia dan hanya menimbulkan penyakit pada
manusia saja. Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar di dalam tubuh manusia
antara lain campak (measles), cacar air
(small pox), typhus (typhoid), meningitis, gonoirhea dan syphilis.
b. Reservoar pada binatang, selain dari
manusia , maka penyakit menular yang mengenai manusia dapat berasal dari
binatang terutama yang termasuk dalam kelompok penyakit zoonosis utama dan reservoir
utamanya adalah Pes dan Leptospirosis pada tikus, Rabies dan Hidatosis pada anjing, Bovine tuberculosis pada sapi, Virus encephlitides pada kuda, Trichinosis pada babi, Brocellossis pada kambing.
c. Benda-benda mati sebagai Reservoar,
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoar pada benda-benda mati pada dasarnya
adalah saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit penyakit ini berkembang
biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu bila terjadi
perubahan temperatir atau kelembaban dari kondisi dimana ia dapat hidup maka ia
berkembang biak dan siap infektif. Contoh Clostridium
tetani penyebab tetanus, C. botulium
penyebab keracunan makanan dan sebagainya.
2.Rabies
A.Pengenalan Rabies
Selain
Rabies, penyakit ini memiliki istilah lain, penyakit rabies juga biasa disebut
dengan nama penyakit anjing gila .
Selain itu rabies juga biasa disebut dengan penyakit hidrofobia, yang dimaksud rabies itu sendiri adalah suatu keadaan
yang diakibatkan oleh infeksi dengan virus rabies, atau biasa rabies juga
diartikan sebagai infeksi akut susunan saraf pusat yang hamper selalu
mematikan. Penyakit ini sebenarnya telah dikenal secara luas oleh masyarakat
terutama di daerah endemic. Istilah lyssa juga dipakai di Indonesiaterhadap
rabies pada orang untuk membedakan kasus pada orang dan pada hewan. Di berbagai
Negara, rabies disebut dengan berbagai istilah, yakni: Canine Madness (inggris); Rage
(Prancis); die tollwut; Hundswut
(Jerman); Rabbia (Italia); Oulou fato (Afrika Utara); Makupa, Mazimu (Zaire); Rabiosa (Esperanto); Lyssa, Lytta (Yunani); Beshenstua
(Rusia); Pollar madness (Kutub
Utara); Derringue/Limping illness, Mal de
caderas/hip illness, Rabie parasiente (Amerika Tengah dan Selatan), Ironbuang (Filiphina); dan anjing gila (Indonesia). Mungkin masih banyak
lagi istilah yang dipakai oleh berbagai Negara atau daerah yang menandakan
bahwa penyakit ini dikenal secara luas dan perhatian yang besar dari masyarakat
dunia tentang penyakit ini. Virus rabies terdebut terdapat dalam air liur
binatang yang telah terinfeksi melalui gigitan, goresan, dan garukan yang masuk
ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian semua kasus rabies terjadi sebagai
akibat dari Inokulasi virus melalui virus yang telah terbuka. Hewan-hewan yang
sering mengalami adalah anjing, rubah, srigala, kucing, kalong dan kera. Di
dunia juga telah dilaporkan bahwa kasus rabies juga terjadi tanpa gigitan
binatang, tetapi hanya dengan menghirup udara yang mengandung rabies. Hal ini
terjadi di dalam gua-gua, di mana terdapat banyak sekali kalong yang telah
menderita rabies. Selain itu dapat pula terjadi di laboratorium karena kurang
hati-hati. Rabies juga berlangsung akut yang disebabkan rabiesvirus yang
merupakan family dari rhabdoviridae yang mempunyai virion terselubung berbentuk
peluru dengan salah satu ujungnya datar dan ujung lainnya membulat, berukuran
75x180 nm.
B.Sejarah Rabies
Penyakit
ini telah lama dikenal dalam sejarah dan berbagai daerang yang luas kini
merupakan daerah endemic rabies. Belum diketahui secara pasti kapan rabies
mulai dikenal oleh ummat manusia di dunia sebagai penyakit menular serta
membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Penyakit ini telah didokumentasikan
secara baik sepanjang periode sejarah. Banyak bukti peninggalan sejarah kuno
yang menerangkan tentang hal ini. Gejala yang sedikit banyak menciri dan
menakutkan serta perilaku agresif yang terlihat pada penyakit ini memungkinkan
pengenalan berbagai manifetasi klinis yang dilaporkan pada masa lalu dan
ternyata dikemudian hari diyakini sebagai Rabies. Penularan penyakit melalui
gigitan hewan ke hewan lain atau ke orang telah diketahui sejak dahulu kala.
Pengenalan pertama
tentang adanya penyakit yang kemudian dikenal sebagai rabies adalah pada
anjing. Informasi paling dini yang diketahui tentang penyakit ini adalah ketika
ditemukannya sumber untuk penyakit-penyakit pada anjing tahun 1885 sebelum
Masehi (SM), yaitu sejak zaman pre-mozaik
di Kota Eshmuna yng dikenal sebagai zaman raja Hamurabi dari Babylonia
Kuno. Pada saat itu telah ditemukan adanaya suatu peraturan khusus tentang
suatu jenis penyakit pada anjing yang lengakap dengan sanksinya serta tentang
kewajiban bagi seorang pemilik anjing untuk memelihara dan merawatnya dengan
baik serta bertanggung jawab. Bagi anjing yang kedapatan telah menggigit orang
lain dan kemudian oleh pihak yang berwenang dinyatakan mengidap penyakit
menular akan mendapatkan sanksi hukuman. Peraturan tersebut antara lain
berbunyi sebagai berikut : “Apabila
anjing menjadi gila dan petugas dapat membuktikannya untuk diketahui oleh
pemilik anjing; apabila dia (pemilik) semula telah tidakmengurungnya sehingga
anjing tersebut kedapatan menggigit seseorang dan ternyata menyebabkan
kematiannya (orang yang digigit), maka pemilik anjing harus membayar denda 2/3
mina (40 shekel) perak. Apabila anjing tersebut menggigit seorang budak dan
menyebabkan kematiannya, maka pemilik harus membayar denda 15 shekel perak” .
Lebih dari itu, dapat ditafsirkan pula bahwa pada saat itu telah berkembanh
pemahaman tentang cirri-ciri klinis anjing yang terserang penyakit rabies,
yaitu :
A. Anjing sebagai hewan yang rentan;
B. Cara penularan penyakit melalui
gigitan anjing;
C. Dampak yang dapat terjadi terhadap
ancaman keselamatan jiwa orang yang digigit yang berarti ancaman terhadap
kesehatan masyarakat;
D. Secara terbatas tentang cara pencegahan
sederhana dengan prinsip menghindari terjadinya gigitan anjing;
E. Diterbitkan aturan yang memberikan
efek jera bagi pemilik untuk lebih hati-hati dan bertanggung jawab terhadap
anjing piaraannya.
Aturan tersebut diatas dikenal dengan
Code of Hamurabi of Ancient Babylon.
Undang-undang yang mengatur sanksi hukuman terhadap masalah rabies dan penyakit
yang membahayakan keselamatan hidup orang, dan sampai sekarang pun secara
khusus belum ada di Indonesia yang seperti ini.
Rabies
diperkirakan sebagai penyakit paling lama dikenal di masa silam yang menyerang
manusia. Pada tahun 3000 SM, seorang dokter di Asia menyatakan telah menemukan
adanya penyakit gila pada anjing dan manusia yang di kemudian hari diyakini
sebagai rabies. Ciri-ciri anjing yang telah dicurigai mengidap penyakit rabies
secara klasik antara lain sebagai berikut :
a. Mulut menganga dengan lidah menjulur;
b. Keluar air liur yang banyak dari
mulutnya;
c. Telinga terkulai lemah
d. Posisi ekor menggantung;
e. Terjadi perubahan suara sewaktu
menyalak.
Pada saat itu belum
disebut sebagai penyakit rabies. Namun, Democritus
salah seorang filsuf terkenal, secara cermat telah menulis tentang rabies pada
hewan dan pada orang. Ia menyatakan bahwa rabies telah ditemukan di Yunani pada
tahun 425 SM sebagaimana diungkapkan oleh Hippocrates.
Begitu pula Aristoteles pada tahun
340 SM telah menulis tentang penelitian tentang penyakit Rabies, dan cerita
tersebut dituangkan dalam bukunya Natural
History of Animals.
Terjadinya penularan oleh
air liur anjing rabies telah diamati oleh Cardanus,
seorang penulis Romawi dengan memberikan batasan bahwa bahan penyebab infeksi
itu disebut sebagai “racun” yang dalam bahasa latin disebut Virus. Celsus seorang dokter, dala studinya
pada abad I menyimpulkan bahwa gigitan semua hewan yang mengandung Virus Rabies
berbahaya bagi manusia. Dia adalah orang yang pertama yang mengungkapkan
perlunya upaya untuk menghindarkan diri dari penularan atau melakukan tindak
pencegahan dengan menyarankan agar korban yang digigit dicegah dari bahaya
tertular dengan melakukan “pembakaran” jaringan bekas luka agar penyebab
penyakit mati sehingga tidak tertulari oleh penyakit tersebut, yang kemudian
dikenal dengan cara kauterisasi luka.
Hal ini berarti masalad penyakit zoonotik khususnya rabies telah sangat dikenal
pada saat itu. Karena adanya penemuan dan penelitian para ahli sehingga
menghasilkan dampak positif pada dunia kesehatan.
Pada abad XVIII, rabies telah menyebar keberbagai Negara
diseluruh daratan eropa dan menimbulkan wabah diberbagai Negara. Tapi dari
penelitian dan penemuan para ahli dan juga telah dilakukan eliminasi pada
anjing yang di curigai mengidap Rabies. Maka, pada tahun 1862 negara
Skandinavia berhasil terbebas penyakit rabies dan kemudian juga dilakukan
Kerajaan Inggris tahun 1903 kecuali Wales. Namun Prancis telah membawanya
kembali pada Perang Dunia I oleh seorang tentara yang kembali dari perang, dan
segera setelah itu dilakukan kampanye pemberantasan rabies sehingga terbebas kembali
pada tahun 1921 hingga 2005 dan segera terus diperketat hingga sekarang.
Berbagai pengalaman
didalam negeri dan belajar dari Negara lain dalam pengamanan bahaya rabies
membuktikan bahwa tidak mudah untuk membebaskan penyakit ini, karena masalahnya
sangat kompleks dan memerlukan penanganan yang serius. Namun, terbukti pula
bahwa masih banyak success story dengan
penuh kesungguhan untuk memberantas rabies. Berbagai Negara yang berhasis bebas
dari rabies adalah inggris, Jepang, Taiwan, Norwegia, Finlandia, Denmark, dan
Prancis. Keberhasilan Indonesia dalam memberantas rabies adalah di Pulau Jawa.
Keberhasilan ini dapat menjadi acuan yang perlu dikembangkan untuk daerah lain,
walau disadari bahwa masing-masing daerah memiliki situasi dan kondisi yang berbeda.
3. Epidemiologi dan Etiologi Penyakit Rabies
A. Epidemiologi
Penyakit
rabies tersebar di seluruh dunia dengan frekuensi kasus dan spesifikasi vector
penular yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat ada beberapa kota yang bebas
Rabies, seperti New York dan Philadelphia. Tetapi sebagian besar Negara bagian
melaporkan kasus rabies pada binatang . Pada tahun 1975 dilaporkan terjadi 25
kasus rabies pada anjing.
Vektor utama di amerika utara adalah
rubah, raccoon, dan kelelawar. Di Amerika Tengah dan Latin. Kelelawar penghisap
darah ternak (Vampire bat) adalah vector utama penyakit selain anjing. Rubah
juga merupakan hewan penular terpenting di Eropa. Sedangkan di Asia dan Afrika,
anjing merupakan vector terbanyak yang ditemukan.
Rabies
ditemukan di Indonesia pada tahun 1889 pada seekor kerbau di bekasi, sementara
rabies pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1894 oleh E.V. de Haan.
Di daerah tropis, vector utama rabies adalah hewan karnivora. Dari hasil
penelitian pada hewan pemelihara seperti anjing, kucing, dank era, didapatkan
data bahwa dari 12.581 gigitan hewan tersangka rabies, sebanyak 1112 hewan
positif rabies, 120 orang meninggal, dengan kasus tertinggi di NTT, Sumatera
Barat, dan riau. Di Jawa Tengah sejak tahun 1995 tidak terdapat lagi kasus
rabies. Sasaran pengobatan adalah pasien yang tergigit hewan tersangka dan
anjing. Dan juga telah dilakukan berbagai banyak penelitian tentang rabies di
seluruh wilayah di Indonesia, misalnya saja di Nusa Tenggara Timur (NTT),
Kalimantan Tengah, Bali dan Ambon yang dimana hasil penelitian dan simpulannya
rata-rata rabies menimbulkan dampak yang siknifikan. Di Kalimantan Tengah, saat
penelitian yang dilakukan selama 1 bulan, yang dimana koisioner dibuat secara
terstruktur mencakup pada literature mengenai rabies meliputi : sifat penyakit,
cara penularan, tindakan-tindakan pencegahan dan bahaya rabies terhadap
kesehatan masyarakat. Penelitian dilakukan kepada 50 pemelihara anjing di salah
satu daerah di Kalimantan Tengah dengan hasil menunjukkan bahwa responden
terbanyak mengetahui rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan hewan
rabies yaitu 43 Responden (86%), dan juga 98% tau bahwa cara penularan rabies
melalui gigitan/luka terkena air liur hewan penderita rabies. 82% telah mampu
mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh rabies dan juga telah tau cara mencegah
penyakit rabies yaitu:
a. Suntikan Vaksin Rabies 1-2 kali
setahun
b. Mengikat anjing sepanjang lebih dari
2 meter dengan rantai
c. Membrangus anjing jika ingin dibawah
keluar rumah.
Itulah hasil penelitian yang telah
dilakukan di salah satu daerah di Kalimantan Tengah. Sedangkan penelitian yang
dilakukan di Bali dari Oktober 2008 – Februari 2011 ada 122 orang mengalami
penyakit rabies, sebaran umur bervariasi. Dimana data tersebut didapat dari
instansi terkait di wilayah bali mengatakan bahwa umur paling banyak terjangkit
yakni umur 41-50 dan yang paling sedikit adalah umur 81-90, dan kesimpulan yang
didapat adalah perlunya peningkatan vaksinasi secara berkala dan pengontrolan
terhadap populasi anjing , selain itu terdapat juga Sapi.
Sedangkan di NTT telah dilakukan
penelitian dengan tujuan untuk menganalisis kerugian ekonomi akibat penyakit
rabies di Nusa Tenggara Timur. Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan
NTT mengatakan bahwa biaya pengobatan yang telah dikeluarkan pasca gigitan atau
PET pada manusia adalah 19,9 Milyar, yang merupakan hasil akumulasi biaya
transport, kehilangan pandapatan saat pengobatan dan biaya vaksin. Sehingga
membuktikan bahwa dampak rabies juga sangat berpengaruh terhadap ekonomi
masyarakat.
B. Etiologi Penyakit Rabies
Penyebab
rabies adalah virus rabies yang termasuk family Rhabdovirus. Bentuknya menyerupai peluru yang berukuran 180 nm
dengan panjang 75 nm, dan pada permukaannya terlihat struktur seperti paku
dengan panjang 9 nm. Virus ini tersusun dari Protein, lemak, RNA dan
karbohidrat. Virus rabies tidak dapat bertahan lama di luar jaringan hidup.
Virus mudah mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet. Dengan pemanasan 60
derajat Selsius selama 5 menit, virus rabies akan mati. Virus ini tahan
terhadap suhu dingin, bahkan dapat bertaha beberapa bulan pada suhu -40
Celsius.
Pada
suhu kamar, virus dapat bertahan hidup selama beberapa minggu pada larutan
gliserin pekat. Bila konsentrasi gliserinnya hanya 10%. Maka virus akan cepat
mati. Virus tidak akan bertahan hidup lama pada pelarut lemak seperti air
sabun, detergen, kloroform, atau eter.
Semua
hewan yang mati akibat dugaan rabies harus diperiksa di laboratorium. Diagnosis
rabies dipastikan jika pada pemeriksaan histologist sel galgion hewan yang mati
dengan dugaan rabies ditemukan Negri
bodies. Negri bodies adalah benda eksofil yang banyak dijumpai di dalam
sitoplasma saraf, berbentuk bulat yang mudah diwarnai dengan eosin, fuchsin,
Giemsa.
Pemeriksaan
Mikroskopik cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menemukan virus rabies .
Uji hewan coba menggunakan bayi hewan (suckling animal) misalnya Hamster, tikus
atau kelinci atau kelinci dinokulasi intraktranial dengan suspense otak atau
kelenjar lidah submaksiler hewan yang diduga rabies, akan menunjukkan gejala
rabies misalnya terjadinya konvulsi.
Untuk
membantu menegakkan diagnosis rabies pada manusia maupun pada hewan dilakukan
pemeriksaan serologi dan uji fluoresensi. Pemeriksaan darah penderita
menunjukkan gambaran eosinofilla dan hiperglikemia, sedangkan pada pemeriksaan
cairan serebsorpinal jumlah protein dan sel meningkat
4. Penularan dan Tanda-Tanda Penyakit Rabies
A. Penularan
Sumber penularan penyakit
rabies 90% dari anjing, 6% dari kucing, 4% dari monyet dan hewan lain. Setelah menyerang dan mengakibatkan radang
otak.
Virus akan menyebar ke air liur
penderita rabies. Pada anjing, virus ditemukan kurang dari 5 hari sebelum
timbulnya gejala. Gigitan hewan terinfeksi bias langsung menularkan penyakit.
Cakaran hewan terinfeksi perlu diwaspadai karena kebiasaan hewan yang menjilati
cakarnya.
Masa
inkubasi pada hewan hamper sama dengan masa inkubasi pada manusia. Pada
manusia, masa inkubasi virus rabies ini sekitar 20-90 hari. Beberapa literature
menyatakan 30-60 hari. Masa inkubasi dipengaruhi oleh beberapa factor, di
antaranya:
·
Virulensi/srain
virus
·
Banyak
sedikitnya virus
·
Jarak
lokasi gigitan dengan kepala (Susunan saraf pusat)
·
Jumlah
luka gigitan
·
Dalam
dan luasnya luka gigitan
·
Jumlah
saraf pada luka gigitan
·
Respon
imun penderita.
Setelah tergigit, virus rabies akan
tetap berada pada lokasi gigitan sampai selama + 2 minggu, kemudian
virus akan bergerak menuju ujung syaraf posterior untuk menuju ke otak. Dalam
perjalanannya, Virus akan bereplikasi (memperbanyak diri). Di otak, Virus akan
menempati bagian neuron saraf pusat terutama di hipotalamus, bagian otak , dan
pada system limbic.
Selanjutnya,
virus akan bergerak menuju saraf tepi melalui saraf eferen, volunteer, dan
otonom, untuk mencapai hamper semua organ, terutama pada kelenjar air liur, air
mata dan ginjal. Pergerakan virus tidak melalui pembuluh darah dan pembuluh
limfe. Pada saat perjalanan virus ke otak , tubuh penderita belum menunjukkan
gejala-gejala terserang penyakit. Setelah berkembang biak di otak, Jumlah virus
akan cukup signifikan untuk menyebabkan gangguan fungsi. Adanya virus pada
system limbik yang mengontrol emosi yang menyebabkan penderita kehilangan
control kesadaran emosinya. Pada hewan, hal ini dapat menyebabkan serangan pada
pihak lain secara tiba-tiba tanpa provokasi sebelumnya.
B. Gejala dan Tanda penyakit rabies
v Pada Manusia
Gejala awal biasanya
tidak jelas. Pasien merasa tidak enak dan gelisah. Gejala yang menonjol adalah
rasa nyeri, panas, dan gatal disekitar luka, kemudian bias diikuti kejang,
sakit kepala demam, dan sulit menelan. Apabila telah terjadi kelumpuhan otot pernapasan,
Maka penderita dapat
terancam meninggal. Gejala khas lainnya adalah hidrofobia, yaitu ketakutan
penderita terhadap air yang bias sampai terjadi kejang apabila berdekatan
dengan air. Gejala aerofobia dapat juga terjadi yaitu rangsangan aliran udara
seperti dari kipas angin pada muka pasien yang dapat menyebabkan spasme.
v Hewan terinfeksi mengeluarkan banyak
liur karena sulit menelan. Anjing seringkali menjepit ekor diantara kedua
kakinya atau bertingkah laku aneh seperti tidak mengenal majikannya. Selain
itu, anjing yang biasa keluar malam akan lebih sering keluar pada siang hari.
Anjing yang tadinya jinak bisa menjadi ganas. Ia akan menyerang apasaja yang
bergerak dan takut pada air (Hidrofobia).
Jika terdapat tanda-tanda
diatas maka yang kharus dilakukan adalah menangkap anjing tersebut untuk
diisolasi dan diobservasi selam 10 hari. Apabila anjing yang diobservasi mati,
maka anjing tersebut kemungkinan besar terkena rabies dan harus segera dibawa
ke laboratorium agar diotobsi untuk memastikan diagnosis. Jika anjing masih
hidup, maka anjing tersebut tidak terkena rabies.
Diagnosis rabies Pada manusia
ditegakkan berdasarkan 2 cara yaitu:
a.
Klinis, Terbagi menjadi 3 stadium yaitu:
v Prodromal, dengan gejala nyeri
kepala, demam, hipersalivasi, dan fotofobia.
v Eksitasi, dimana reflex mulai
meningkat, sulit menelan, agresif, dan hidrofobia.
v Paralitik, dimulai dengan munculnya
kelumpuhan flasid di tempat gigitan, kelumpuhan yang dimulai dari ujung anggota
gerak terus kea rah pangkal, dan bisa sampai terjadi kelumpuhan otot-otot
pernapasan.
b.
Pemeriksaan Laboratorium
v Isolasi Virus Rabies yang didapatkan
dari specimen air liur, cairan serebrospinal, air mata, jaringan mukosa mulut
atau urin penderita.
v FAT (fluorencent antibody test)
adalah pemeriksaan berdasarkan antigen virus pada specimen tersebut diatas,
hasilnya bisa negative bila antibody sudah terbentuk.
v Mikroskopis seller, adalah
pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan negry body dimana negry
body adalah tanda khas inveksi virus rabies pada sel tubuh.
v Biologis, adalah inokulasi specimen
ke dalam jarigan otak tikus putih. Setelah tikus mati, dilanjutkan pemeriksaan
ulang dengan metode FAT dan mikroskopis seller.
5. Pengobatan dan tata laksana kasus
a. Identifikasi luka
·
Luka
risiko rendah, adalah jilatan pada luka kecil di kulit badan dan anggota gerak
atau
Jilatan pada luka lecet
akibat garukan.
·
Luka
Risiko Tinggi, adalah jilatan pada mukosa (selaput lender) utuh; jilatan pada
luka leher, muka dan luka, luka gigitan pada leher, muka dan kepala; luka
gigitan pada jari tangan dan kaki; luka gigitan pada daerah genitalia dan luka
gigitan yang dalam, lebar, atau banyak.
b . Tata Laksana Luka
·
Pencucian
luka: Karena virus rabies masih akan menetap pada luka gigitan selama 2 minggu
sebelum kemudian bergerak ke ujung saraf posterior, maka pencucian sangat
penting untuk mencegah infeksi. Pencucian dilakukan dengan air mengalir,
memakai sabun/ detergen selama 15 menit.
·
Pemberian
antiseptic : Setelah dicuci, luka diberi antiseptic seperti alcohol 70%,
povidon iodine, obat merah, dan sebagainya.
·
Tindakan
penunjang : Dilakukan jahit situasi pada luka yang dalam dan lebar untuk
menghentikan pendarahan. Sebelum dijahit harus diberikan suntikan SAR terlebih
dahulu.
c . Pemberian VAR (Vaksin anti-Rabies), atau VAR dan SAR (Serum
anti-Rabies)
·
Pada
luka resiko rendah: Var diberikan pada semua kasus penderita gigitan HPR yang
belum pernah mendapatkan VAR. Sejumlah 0,5 mL VAR disuntikkan IM pada region
deltoideusanak kanan dan kiri. Sedangkan pada bayi disuntikkan dipangkal paha.
Penyuntikan diberikan 4X (hari ke-0 2x pada pangkal lengan kanan kiri, hari
ke-7 1x, dan hari ke-21 1x); sedangkan pada penderita yang sudah pernah
mendapat VAR lengkap sebelum tiga bulan tidak perlu diberi VAR, bila sudah
berusia 3 bulan sampai satu tahun maka perlu diberikan VAR 1x, dan bila sudah
berusia lebih dari satu yahun maka perlu diberikan VAR lengkap karena dianggap
sebagai penderita baru.
·
Pada
Luka Risiko Tinggi: Perlu diberikan VAR dn SAR. VAR disuntikkan sebagaimana
pada luka risiko rendah ditambah dengan 1x pada hari ke-90. SAR disuntikkan
disekitar luka guigitan dan sisanya secara IM dengan dosis 0,1 mL/kgBB pada
hari ke-0, bersamaan dengan pemberian VAR.
d . Perawatan Kasus
Penderita
yang menunjukkan gejala rabies harus dirawat di rumah sakit di ruang
isolasi. Ruangan sebaiknya gelap dan
tenang. Pengobatan dan perawatan ditujukan untuk mempertahankan hidup
penderita. Petugas kesehatan (dokter dan perawat)yang menangani seharusnya
memakai alat perlindungan diri dari kemungkinan tertular seperti: kacamata
plastik, sarung tangan karet, masker, dan jas laboratorium lengan panjang.
Apabila diperlukan, vaksinasi pencegahan dapat diberikan untuk petugas
kesehatan dengan VAR 2x (hari ke-0 dan hari ke-28) dengan dosis dan cara
pemberian yang sama dengan pemberian VAR pada luka. Ulangan dapat diberikan 1
tahun setelah pemberian 1 dan setiap 3 tahun.
e . Penanganan Jenazah
Dalam menangani jenazah
penderita rabies, petugas harus tepat memperhatikan norma agama, budaya, dan
peraturan perundangan yang berlaku. Petugas sebaiknya menggunakan alat
perlindungan diri saat memandikan jenazah dan mencuci tangan dengan
sabun/detergen setelah selesai.
6. Pandangan Islam Tentang Rabies
Dalam
menyikapi segala sesuatu yang terjadi, Islam punya penuntun jalan yang tak akan
mungkin diragukan lagi kebenarannya hingga sampai kapanpun, tidak lain dan
tidak bukan itu adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana Al-Qur’an itu adalah
perkataan atau firman allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat jibril untuk menjadi penuntun kehidupan ummat manusia. Sedangkan
Al-Hadist adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW untuk pengajaran bagi ummat
dan sahabat-sahabat Rasulullah.
Dan mengenai pandangan islam tentang penanggulangan penyakit
rabies yang sering atau pada umumnya terjadi pada hewan anjing sangatlah jelas
merupakan bahwa anjing itu adalah salah satu hewan yang dianggap najis, baik
menurut Al-Qur’an maupun Al-hadist. Namun saat beranggapan bahwa menyimpan
anjing adalah menyimpan najis, itu tidak bisa dibenarkan secara mutlak. Karena
yang dikatagorikan najis adalah bukan anjingnya, tapi liurnya apabila dia minum
dari sebuah wadah. Siapa yang menyentuh anjing atau disentuh anjing, maka tidak
wajib baginya mensucikan dirinya, tidak dengan debu, tidak pula dengan air.
Jika seekor anjing minum dari sebuah wadah, maka air di wadah tersebut harus
ditumpah dan dicuci sebanyak tujuh kali, yang kedelapan dicuci dengan debu,
jika dia ingin menggunakannya. Jika wadah tersebut khusus dia gunakan untuk
anjing, maka tidak perlu disucikan. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sucinya wadah
kalian apabial dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali,
basuhan pertama dengan debu.”
Tapi keringanan pada manusia
bahwasanya diperbolehkan memelihara anjing namun hanya untuk tujuan-tujuan
tertentu saja. Misalnya untuk berburu , manjaga tanaman atau ternak.
Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda: “Barang siapa memelihara anjing, maka amalan
sholehnya akan berkurang setiap harinya sebesar satu Qiroth (satu Qiroth adalah
sebesar gunung uhud) selain anjing untuk menjaga tanaman dan ternak.”
Mazhab abu hanifah berpendapat bahwa
bulu anjing bukanlah najis melainkan yang najis itu hanyalah air liurnya. Maka,
jika bulu anjing menempel pada baju atau tubuh seseorang, hal itu tidak akan
membuatnya najis. Karena, asal pada setiap benda adalah suci, maka tidak boleh
mengatakan sesuatu najis atau haram tanpa didasari oleh dalil, yakni Al-Qur’an
dan Al-Hadist. Allah juga pernah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 115 yang
artinya : “Dan saya(Allah) sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum,
sesudah aku member petunjuk pada mereka sehingga dijelaskan kepada mereka apa
yang harus mereka jauhi.”
Hadist-hadist tentang masalah ini
seluruhnya hanya menyebutkan tentang jilatan anjing, dan tidak menyebutkan
bagian tubuh lainnya. Masalah yang paling utama dalam penularan rabies adalah
gigitan yang sudah pasti mengandung liur anjing dan juga luka yang terkena air
liur anjing. Jadi, sudah sangat jelas islam memandang masalah tentang anjing
tersebut serta penyakit berbahaya yang disebabkannya yaitu rabies.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Rabies adalah penyakit
infeksi virus yang berlangsung akut dan menyerang susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh rabiesvirus yang berasal dari family Rhabdovirus. Penyebaran
bisa terjadi kebanyakan dari hewan anjing melalui gigitan hewan penderita
tersebut atau kontak langsung dengan air liur dari hewan yang menderita rabies.
Gejala yang akan timbul pada manusia adalah sensasi dingin atau kesemutan di
tempat gigitan, tidak enak badan, sakit kepala, anoreksia, mual, sakit
tenggorokan, rasa gugup/keresahan, hiperestesia, fotofobia, takut terhadap air
dan sensitive terhadap suara keras. Pandangan islam mengenai penyakit ini juga
sangat terkait dengan pandangan klinis dari rabies tersebut, yang diamana islam
mengatakan kenajisan dari air kiur anjing tersebut serta toleransi dalam
memelihara anjing hanya untuk sebab tertentu. Seperti berburu, menjaga tanaman
dan hewan ternak.
B.
Saran
·
Dengan
adanya makalah ini saya mengharapkan kesadaran masyarakat untuk lebih
memperhatikan kesehatannya dan juga lingkungan sekitar.
·
Dengan
makalah ini juga saya mengharapkan pemahaman masyarakat tentang penyakit rabies
dan juga cata terhindar dari penyakit tersebut.
·
Dan
yang terakhir semoga ini bisa jadi referensi bagi masyarakat untuk memahami
rabies dari kacamata islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abata, ‘Aina, Qorry. 2013. Cara Atasi Beragam Penyakit Berbahaya.
Madiun:Yayasan PP.AL- Furqon
Adi D.Tilong.2014. Pertolongan
Pertama Pada Beragam Penyakit. Jogjakarta: Flash Books
Ahmad Muhammad Yusuf. 2010.
Ensiklopedia Tematis Ayat Al-Qur’an & Hadits.: Widya Cahaya
Al-Bukhary, Al-Iman.2009.Terjemahan
Hadist Shahih Bukhari.Kuala Lumpur:Klang Book Center
Husamah,2011.Kamus Penyakit Pada
Manusia.Jakarta:CV ANDI Offset
Lidya Maryani,
&Rizkimulyani.2010.Epidemiologi Kesehatan. Yokyakarta: Graha Ilmu
Lippincott Williams.&Wilkins.
2011.Nursing Anderstending Disease:Nursing Memahami berbagai macam
penyakit(Alih Bahasa, Bambang Narwiji). Jakarta: PT Indeks
Soedarto., Prof., Dr., DTM&H,
Sp.Park.2009.Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: CV Sagung Seto
Subowo., Prof.,
dr.Msc,PhD.2010.Imunologi Klinik. Jakarta: CV Sagung Seto
Widoyono., dr., MPH.2011. Penyakit
Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya . Edisi
Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Bogia, Steven Yohanes.2012. Perbandingan Sensitivitas dan
Spesifisitas Uji Pewarnaan Sellers’ dan Fluorescent Antibody Technique (FAT)
dalam Mendiagnosa Penyakit Rabies di Bali. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana, http://ojs.unud.ac.id/index.php/imv/article/view/638/464, 15 Maret 2014